Rabu, 15 Desember 2010

Hubungan Konsep dan Pelaksanaan Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara dan Moh. Syafei terhadap UU RI No 20 Tahun 2003

Diposting oleh Ririe di 00.12

PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berfikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidup dalam hidup dan penghidupan manusia yang mengemban tugas dari Sang Kholiq untuk beribadah.
Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah Subhanaha watta’alla dengan suatu bentuk akal pada diri manusia yang tidak dimiliki mahluk Allah yang lain dalam kehidupannya, bahwa untuk mengolah akal pikirnya diperlukan suatu pola pendidikan melalui suatu proses pembelajaran.
Berdasarkan undang-undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 Bab I, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Menurut Kosasih Djahiri (1980 : 3) mengatakan bahwa Pendidikan adalah merupakan upaya yang terorganisir, berencana dan berlangsung kontinyu (terus menerus sepanjang hayat) kearah membina manusia/anak didik menjadi insan paripurna, dewasa dan berbudaya (civilized).
Dari pengertian tersebut, pendidikan merupakan upaya yang terorganisir memiliki makna bahwa pendidikan tersebut dilakukan oleh usaha sadar manusia dengan dasar dan tujuan yang jelas, ada tahapannya dan ada komitmen bersama didalam proses pendidikan itu. Berencana mengandung arti bahwa pendidikan itu direncanakan sebelumnya, dengan suatu proses perhitungan yang matang dan berbagai sistem pendukung yang disiapkan. Berlangsung kontinyu artinya pendidikan itu terus menerus sepanjang hayat, selama manusia hidup proses pendidikan itu akan tetap dibutuhkan, kecuali apabila manusia sudah mati, tidak memerlukan lagi suatu proses pendidikan.
Sejak zaman perjuangan kemerdekaan dahulu, para pejuang serta perintis kemerdekaan telah menyadari bahwa pendidikan merupakan faktor yang sangat vital dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta membebaskannya dari belenggu penjajahan. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa disamping melalui organisasi politik, perjuangan ke arah kemerdekaan per1u dilakukan melalui jalur pendidikan.
Menururt pendapat Ki Hajar Dewantoro dalam Kongres Taman Siswa ( 1930 ) mengungkapkan :
Pendidikan. Umumnja berarti daja-upaja untuk memadjukan bertumbuhnja budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak: …(Ki Ki Hajar Dewantoro, 1962: 3)
Mengingat bahwa sistem pendidikan pemerintah kolonial pada masa itu tidak demokratis karena bersifat elit, diskriminatif dan diorientasikan pada kepentingan pemerintah penjajahan, maka sistem pendidikan rakyat yang sudah ada perlu dibina dan dikembangkan untuk menjangkau kepentingan rakyat secara lebih luas. Disamping mengembangkan lembaga-lembaga pendidikan rakyat tradisional yang pada umumnya berorientasi keagamaan, maka pada masa itu didirikan pula lembaga-lembaga pendidikan umum nasional seperti Taman Siswa, INS Kayu Tanam dan lembaga-lembaga pendidikan swasta lainnya.
Betapapun terdapat banyak kritik yang dilancarkan oleh berbagai kalangan terhadap pendidikan, atau tepatnya terhadap praktek pendidikan, namun hampir semua pihak sepakat bahwa nasib suatu komunitas atau suatu bangsa di masa depan sangat bergantung pada kontibusinya pendidikan. Shane (1984: 39), misalnya sangat yakin bahwa pendidikanlah yang dapat memberikan kontribusi pada kebudayaan di hari esok. Pendapat yang sama juga bisa kita baca dalam penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional (UU No. 20/2003), yang antara lain menyatakan: “Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau dengan cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat”.
Dengan demikian, sebagai institusi, pendidikan pada prinsipnya memikul amanah “etika masa depan”. Etika masa depan timbul dan dibentuk oleh kesadaran bahwa setiap anak manusia akan menjalani sisa hidupnya di masa depan bersama-sama dengan makhluk hidup lainnya yang ada di bumi. Hal ini berarti bahwa, di satu pihak, etika masa depan menuntut manusia untuk tidak mengelakkan tanggung jawab atas konsekuensi dari setiap perbuatan yang dilakukannya sekarang ini. Sementara itu pihak lain, manusia ditutut untuk mampu mengantisipasi, merumuskan nilai-nilai, dan menetapkan prioritas-prioritas dalam suasana yang tidak pasti agar generasi-generasi mendatang tidak menjadi mangsa dari proses yang semakin tidak terkendali di zaman mereka dikemudian hari (Joesoef, 2001: 198-199). Dalam konteks etika masa depan tersebut, karenanya visi pendidikan seharusnya lahir dari kesadaran bahwa kita sebaiknya jangan menanti apapun dari masa depan, karena sesungguhnya masa depan itulah mengaharap-harapkan dari kita, kita sendirilah yang seharusnya menyiapkannya (Joesoef, 2001: 198).
Dengan demikian proses pendidikan dapat kita rumuskan sebagai proses hominisasi dan humanisasi yang berakar pada nilai-nilai moral dan agama, yang berlangsung baik di dalam lingkungan hidup pribadi, keluarga, masyarakat dan bangsa, kini dan masa depan.



Pendidikan Taman Siswa ( Ki Hajar Dewantara )
1. Latar Belakang Berdirinya Taman Siswa
Ki Hajar Dewantara Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889.Terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya.
Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian demi kepentingan bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda) Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis handal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.
Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara.
Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka.
Mereka berusaha mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh status badan hukum pada pemerintah kolonial Belanda. Tetapi pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg berusaha menghalangi kehadiran partai ini dengan menolak pendaftaran itu pada tanggal 11 Maret 1913. Alasan penolakannya adalah karena organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan menggerakan kesatuan untuk menentang pemerintah colonial Belanda.
Kemudian setelah ditolaknya pendaftaran status badan hukum Indische Partij ia pun ikut membentuk Komite Bumipoetra pada November 1913. Komite itu sekaligus sebagai komite tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda. Komite Boemipoetra itu melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut.
Sehubungan dengan rencana perayaan itu, ia pun mengkritik lewat tulisan berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Tulisan Seandainya Aku Seorang Belanda yang dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker itu antara lain berbunyi:

Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu”.
Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun".
Akibat karangannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan, berupa hukuman internering (hukum buang) yaitu sebuah hukuman dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk bertempat tinggal. Ia pun dihukum buang ke Pulau Bangka.
Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo merasakan rekan seperjuangan diperlakukan tidak adil. Mereka pun menerbitkan tulisan yang bernada membela Soewardi. Tetapi pihak Belanda menganggap tulisan itu menghasut rakyat untuk memusuhi dan memberontak pada pemerinah kolonial. Akibatnya keduanya juga terkena hukuman internering. Douwes Dekker dibuang di Kupang dan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke pulau Banda.
Namun mereka menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena di sana mereka bisa memperlajari banyak hal dari pada didaerah terpencil. Akhirnya mereka diijinkan ke Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman.
Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berhasil memperoleh Europeesche Akte. Kemudian ia kembali ke tanah air di tahun 1918. Di tanah air ia mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan.
Setelah pulang dari pengasingan, bersama rekan-rekan seperjuangannya, ia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional, Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.


2. Tujuan Pendidikan Taman Siswa
Taman siswa dengan pendirinya Ki Hadjar Dewantara mendirikan sekolah sebagai usaha mencapai kemerdekaan bangsa lewat pendidikan. Taman siswa adalah badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat yang menggunakan pendidikan dalam arti luas untuk mencapai cita-citanya. Bagi Tamansiswa, pendidikan bukanlah tujuan tetapi media untuk mencapai tujuan perjuangan, yaitu mewujudkan manusia Indonesia yang merdeka lahir dan batinnya. Merdeka lahiriah artinya tidak dijajah secara fisik, ekonomi, politik, dsb; sedangkan merdeka secara batiniah adalah mampu mengendalikan keadaan.
Taman siswa anti intelektualisme, artinya siapapun tidak boleh hanya mengagungkan kecerdasan dengan mengabaikan faktor-faktor lainnya. Taman siswa mengajarkan azas keseimbangan (balancing), yaitu antara intelektualis di satu sisi dan personalitas di sisi yang lain. Maksudnya agar setiap anak didik itu berkembang kecerdasan dan kepribadiannya secara seimbang.
Tujuan pendidikan Taman siswa adalah membangun anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir batin, luhur akal budinya, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan rohaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya. Meskipun dengan susunan kalimat yang berbeda namun tujuan pendidikan Taman siswa ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional.

3. Sistem Pelaksanaan Pendidikan Taman Siswa
Pendidikan Tamansiswa dilaksanakan berdasar Sistem Among, yaitu menyokong kodrat alamnya anak yang kita didik, agar dapat mengembangkan hidupnya lahir dan batin menurut kodratnya sendiri-sendiri" Dasar sistem among ini adalah kodrat alam dan kemerdekaan. (Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1977). Pendidikan dengan sistem among memakai cara pondok asrama, karena dengan cara itu dapatlah ketiga lingkungan pendidikan bekerja bersama-sama (keluarga, perguruan dan perkumpulan pemuda). Persatuan ketiga corak lingkungan tersebut penting sekali untuk sempurnanya pendidikan (sistem tri-pusat pendidikan).
Pelaksanaan pendidikan tersebut berpedoman pula pada berbagai semboyan, adapun semboyan yang paling terkenal adalah “Ing ngarso sung tulodo, Ing madya mangun karso, Tutwuri handayani. Artinya: Kalau pendidik berada di muka, dia memberi teladan kepada peserta didik. Kalau berada di tengah, membangun semangat, berswakarya, dan berkreasi pada peserta didik. Kalau berada di belakang, pendidik mengikuti dan mengarahkan peserta didik agar berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab. Dalam sistem ini orientasi pendidikan adalah pada anak didik, yang dalam terminologi baru disebut student centered. Di dalam sistem ini pelaksanaan pendidikan lebih didasarkan pada minat dan potensi apa yang perlu dikembangkan pada anak didik, bukan pada minat dan kemampuan apa yang dimiliki oleh pendidik. Apabila minat anak didik ternyata akan ke luar “rel” atau pengembangan potensi anak didik di jalan yang salah maka pendidik berhak untuk meluruskannya. Dengan kata lain, seorang pendidik atau pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntut, dan membimbing peserta didik/orang yang dipimpinnya.
Untuk mencapai tujuan pendidikannya, Tamansiswa menyelanggarakan kerja sama yang selaras antartiga pusat pendidikan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan perguruan, dan lingkungan masyarakat. Pusat pendidikan yang satu dengan yang lain hendaknya saling berkoordinasi dan saling mengisi kekurangan yang ada. Penerapan sistem pendidikan seperti ini yang dinamakan Sistem Trisentra Pendidikan atau Sistem Tripusat Pendidikan.
Pendidikan Tamansiswa berciri khas Pancadarma, yaitu Kodrat Alam (memperhatikan sunatullah), Kebudayaan (menerapkan teori Trikon), Kemerdekaan (memperhatikan potensi dan minat maing-masing indi-vidu dan kelompok), Kebangsaan (berorientasi pada keutuhan bangsa dengan berbagai ragam suku), dan Kemanusiaan (menjunjung harkat dan martabat setiap orang).
Asas Kodrat Alam Sebagi makhluk tuhan,manusia adalah kesatuan jasmani-rohani, ia adalah insane individual dan insane social. Manusia tumbuh dan berkembang menurut kodrat alamnya sendiri melalui interaksi dengan lingkungan.
Asas Kebudayaan Tiap bangsa memiliki kebudayaannya sendiri, kita perlu memelihara dan memajukan kebudayaan kita, kebudayaan bangsa kita, atas dasar kebudayaan kita sendiri, untuk memajukan kebudayaan kita perlu mengutamanakan asas Tri-Kon yaitu kontiniu, konvergensi dan konsentris.
Asas Kemerdekaan Harus diartikan disiplin pada diri sendiri atas dasar nilai hidup yang tinggi, baik hidup sebagai anggota masyarakat. Maka itu kemerdekaan menjadi alat mengembangkan pribadi yang kuat dan sadar dalam suatu perimbangan dan keselarasan dengan masyarakat tertib damai tempat keanggotaannya. Bisa juga dikatakan kebebasan lahir dan batin untuk menegakkan dan mengatur diri sendiri atas nilai yang tinggi demi tertibnya hidup diri sendiri dan hidup bersama.
Asas Kebangsaan Taman siswa tidak boleh bertentangan dengan kemanusiaan, malahan harus menjadi bentuk dan fiil kemanusiaan yang nyata dan oleh karena itu tidak mengandung arti permusuhan dengan bangsa lain, melainkan mengandung rasa satu dalam suka dan duka, rasa satu dalam kehendak menuju kebahagiaan hidup lahir dan batin seluruh bangsa.
Asas Kemanusiaan Menyatakan bahwa darma tiap-tiap manusia itu adalah mewujudkan kemanusiaan, yang berarti kemajuan manusia lahir dan batin yang setinggi-tingginya, dan juga bahwa kemajuan manusia yang tinggi itu dapat dilihat pada kesucian hati orang dan adanya rasa kasih terhadap sesama manusia dan terhadap makhluk tuhan seluruhnya.
Di taman siswa ada “Konsep Tringa” yang terdiri dari ngerti (mengeta-hui), ngrasa (memahami) dan nglakoni (melakukan). Maknanya ialah, tujuan belajar itu pada dasarnya ialah meningkatkan pengetahuan anak didik tentang apa yang dipelajarinya, mengasah rasa untuk meningkat-kan pemahaman tentang apa yang diketahuinya, serta meningkatkan kemampuan untuk melaksanakan apa yang dipelajarinya.

4. Kaitan dengan UU RI No 20 Tahun 2003, Pembukaan UUD Alenia 4 dan UUD Pasal 31 Ayat 1 dan 2
Tujuan Ki Hadjar Dewantara mendirikan sekolah taman siswa sebagai usaha mencapai kemerdekaan bangsa lewat pendidikan, tujuan ini seperti yang terdapat di Pembukaan UUD 1945 alenia 4…” untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social”…
Taman siswa adalah badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat yang menggunakan pendidikan dalam arti luas untuk mencapai cita-citanya. UU RI No 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 2 Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman., Pasal 4 ayat 3 Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Membangun anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir batin, luhur akal budinya, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan rohaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya. UU RI No 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, Pasal 1 Ayat 14 Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, Pasal 3 Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
UUD Pasal 31 Ayat 2…” Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasiona, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang”.
Untuk mencapai tujuan pendidikannya, Tamansiswa menyelanggarakan kerja sama yang selaras antar tiga pusat pendidikan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan perguruan, dan lingkungan masyarakat. UU RI No 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 3 Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional., Pasal 1 Ayat 10 Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan, Pasal 7 Ayat 2 Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya, Pasal 9 Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.




Pendidikan INS Kayu Tanam (Mohammad Syafei)
1. Latar Belakang Berdirinya INS Kayu Tanam
Dari berbagai tempat, datang permintaan supaya Angku M. Syafei mendirikan sekolah yang dicita-citakanya itu. Di Jakarta mendapat dukungan dari M.Thamrin dengan partainya, Kaum Betawi, Pastor Wabbe yang memimpin perguruan katholik serta Budi Utomo, di Ambon di Makasar, medan dan Ujung pandang. Sesudah dipertimbangkan maka pilihan jatuh untuk mendirikan di Sumatera Barat (Minangkabau), yang menjadi faktor pendorong adalah karena kebiasaan pemudanya yang suka merantau ketempat lain.Tetapi di Minangkabau sendiri menghadapai berbagai kendala karena disana sering terjadi pemberontakan dan udara politik yang hangat yang dihidupkan kaum politik dan islam.
Untuk mengatasi kendala itu dibuatlah kerjasama dengan perkumpulan pegawai kereta api dan tambang Ombilin yang dipimpin oleh ayahnya sendiri pada waktu di Sumatra Barat yang mendapat kepercayaan penuh dari pemerintah Hindia Belanda. Kerjasama itu berjalan dengan baik selama lebih dari 10 tahun , kemudian karena beban sekolah itu sudah bertambah banyak dan tidak dapat dipenuhi lagi oleh perkumpulan itu maka Tanggal 31 oktober 1926 diserahkan kepada M. Syafei untuk mengelolanya dengan tidak ada syarat apapun. Ruang Pendidikan INS Kayutanam Kayutanam adalah sebuah nama desa kecil di Sumatera Barat sedangkan INS sebuah lembaga pendidikan yang tersohor dengan nama RP Indonesche Nederlandsche School (Ruang Pendidikan INS) Kayutanam. RP INS kayutanam tahun 1926 memiliki 75 orang siswa terdiri atas dua kelas (1A dan 1B) dengan bahasa pengantar bahasa Indonesia. Gedung sekolah RP INS Kayutanam dibangun sendiri oleh siswa tahun 1927 terbuat dari bambu beratap rumbia.
Perkembangan selanjutnya INS yang sekarang berada di bawah tanggung jawabnya diusahakan supaya berkembang lebih cepat dari sebelumnya. Atas Jasa Dr.Sjofjan Rassat , pemimpin rumah sakit di Kayu Tanam dan pemimpin urusan kesehatan pada perguruan INS pada tahun 1935 perguruan INS dapat memakai tanah Erpacht seluas 8 hektar di desa pelabihan, yang berjarak 3 kilometer di luar Kayutanam. Sebelumya INS hanya menempati tanah seluas 1 hektar tetapi tanah itu telah penuh dengan kelas sehingga tidak dapat menambah gedung , sedangkan masih banyak tempat belajar yang kurang selain rumah guru dan asrama siswa.Tahun 1936 pemindahan dilakukan berangsur-angsur dan pada bulan November 1936 murid-murid sudah dapat belajar di Pelabihan
Proses pemindahan dari Kayutanam ke Desa Palabihan selesai pada tahun 1939. Kemajuan terus tercapai dengan terbangunnya asrama dengan kapasitas 300 orang dan 3 perumahan guru, dengan jumlah ,murid 600 orang, asrama dilengkapi dengan satu ruang makan dan dapur, 1 restoran, 1 gedung koperasi, 1 lapangan tennis, 1 tempat berenang dan bersampan, 1 tambak ikan, taman bacaan, 1 tempat bersenam, 1 ruang ibadah, 1 workshop (ruang teori dan praktek), 1 pesanggerahan, 1 ruang auditorium (teater dan paneran), 1 kebun percobaan, 1 ruang peternakan, 2 buah rumah peranginan, 1 tribun lapangan bola dengan kamar pakaian, ruang musik, 1 politeknik dan 8 ruang belajar Kolom renang disini dimaksudkan untuk menumbuhkan jiwa watermindednes pada pelajar karena letak Indonesia yang dikelilingi oleh lautan dihalaman depan INS di Pelabihan terdapat tanah seluas 20 hektar milik R. Sjofjan Rassat yang kemudian diserahkan untuk pemeliharaan ternak kerbau kolektif dan sawah-sawah serta pemerahan susu.tumbuhan-tumbuhan disini mengenai getah ,kelapa dan buah-biahan sedang dihalaman INS ditanami tanaman muda atau sayur.Pemeindahan dan pembangunan INS menelan banyak biaya untuk keperluan itu Ibu Chalidjah megizinkan menjual sebagian perhiasannya seharga enam ribu gulden. Untuk membayar pelunasan dan biaya operasional INS ini diperoleh dari berbagai kerajinan tangan siswa dan kreatifitas lainnya seperti dengan menggelar Pertunjukan dengan tiket terjangkau, termasuk tidak menerima subsidi dari pihak manapun termasuk dari pemerintah Belanda. Walaupun sebenarnya pihak Belanda bersedia memberikan segala macam bantuan tetapi semua bantuan itu dia tolak .Untuk engku M. Sjafei sendiri Belanda berusaha untuk membujuk beliu dengan berbagai macam kedudukan seperti menjadi asisten Lektor dalam Bahasa Indonesia di Universitas Leiden,menjadi Hoofdredaktur pada balai pustaka, serta menjadi Ajunct Inspektur pada pendidikan untuk anak-anak Bumiputra.Beliau lebih suka pada perguruan sendiri walaupun sulit tetapi merdeka.Tahun 31 oktober 1941 M.Sjafei berhenti sebagai orang yang mempunyai perguruan tersebut semua Inventarisnya diserahkan pada Nusa dan Bangsa Indonesia.
 
2. Tujuan Pendidikan INS Kayu Tanam
Tujuan Pendidikan INS kayu tanam agar peserta didik mampu
1) Menumbuhkembangkan budiperkerti dan akhlak mulia (sesuai dengan ajaran agama, etika dan moral);
2) Menumbuhkembangkan kemerdekaan berpikir (aktif-kreatif);
3) Menumbuhkembangkan pengetahuan, bakat/talenta dan potensi diri sesuai dengan kebutuhan masyarakat;
4) Menumbuhkembangkan etos/unjuk kerja yang tinggi;
5) Menanamkan percaya diri, kreativitas, kemandirian, dan kewirausahaan
6) Mewujudkan dalam tindakan nyata semboyan: “cari sendiri dan kerjakan sendiri ”, artinya sekolah harus mampu membiayai dirinya dan tidak mau menerima bantuan yang dapat mengurangi kebebasan untuk mencapai cita-cita.
Di Ruang Pendidikan INS Kayutanam, Moh Sjafei merintis dan menumbuh-kembangkan kemandirian, kereativitas dan jiwa entrepereneurship/wirausaha, yaitu yang sejalan dengan life skills dari kurikulum yang berbasis kompetensi (KBK).
1. Kemandirian
Mampu berdiri sendiri tanpa tergantung kepada orang lain. Kemandirian adalah memiliki jati diri yang kuat, gigih, ulet, rasa percaya diri yang tinggi, mampu tampil beda, tetapi rendah hati. Kita (orang Indonesia) harus mampu hidup seperti “ayam kampung ”, dan bukan halnya seperti selama ini, di mana kita dibesarkan dan dididik seperti “ayam ras ”. Dengan demikian, agar mampu eksis menghadapi tantangan global haruslah didukung oleh individu-individu yang mampu menjadi “jago ” yang tidak hanya “jago kandang ”, tetapi mampu menjadi tenaga ahli, tidak hanya TKI-sebagai tenaga pembantu rumah tangga dan buruh kasar ( lebih satu juta orang) di Malaysia, Singapura, Hongkong, Taiwan, Korea, Saudi Arabia, Abu Dabi, dsb. dan sekitanya, dll. Melihat berbagai kasus penganiayaan, pelecehan serta tindakan semena-mena dari majikan menjadi TKI di luar negari sebagai tenaga pembantu dan buruh kasar, “martabat dan harga diri bangsa Indonesia betul-betul diuji dan dipertaruhkan ”. Kadang-kadang memang tidak ada pilihan kerja lain, dari pada makan nasi tiwul seperti di berbagai tempat di P Jawa, makan singkong rebus di Indramayu, kawin kontrak di daerah Bogor, puncak dan sekitarnya, dll.
2. Kreativitas
Kreativitas adalah menghasilkan produk baru yang penting atau meliputin semua usaha produktif dari seseorang. Ada sejumlah karakteristik kreatifitas, di antaranya
  1. Hasrat ingin tahu,
  2. Cenderung/senang untuk menemukan sesuatu,
  3. Berkemampuan mandiri dan independent,
  4. Memilih melakukan tugas yang sulit dan menantang,
  5. Mampu memecahkan masalah dengan baik dan yakin dengan putusan yang telah diambil,
  6. Senang/bergairah memecahkan masalah,
  7. Pemikir yang fleksibel,
  8. Bekerja dengan dedikasi yang tinggi dengan waktu yang lebih panjang terhadap masalah yang tidak terpecahkan,
  9. Memberikan respons cepat dan di luar dugaan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan,
  10. Memperlihatkan kemampuan untuk mensintesis dan memahami implementasinya, dan
  11. Berkemampuan untuk membaca dengan baik.
  12.  
3. Sistem Pelaksanaan Pendidikan INS Kayu Tanam
Beliau mendirikan perguruan INS yang mendidik anak bangsa melalui konsep “Tigo Tungku Sajarangan”, Otak (Akademik), Hati (Akhlak Mulia), dan Tangan (Ketrampilan).
Pada tahun 2008, konsep Engku M. Syafei digali kembali, dan ditemukanlah ‘Kurikulum Berbasis Talenta’ yang digali dari konsep “Tungku Tigo Sajarangan” ala Engku M Syafe’i (Otak, Hati, dan Tangan) serta konsep “Tungku Tigo Sajarangan” yang berasal dari ‘Alam Budaya Minangkabau’ (“Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah).
Kurkulum Berbasis Talenta sendiri terdiri dari “Tungku Tigo Sajarangan, yaitu:
Tungku 1 : ‘Aspek Akademik’ (Ilmu-ilmu sains dan Bahasa),
Tungku 2 :‘Aspek Ketrampilan’ (Ketrampilan Teknik, Ketrampilan Tangan),
Tungku 3 : ‘Aspek Akhlak Mulia’ yang berisikan ajaran tentang;
(a) Hubungan manusia dengan Tuhan,
(b) Hubungan manusia dengan manusia,
(c) Hubungan manusia dengan dirinya sendiri,
(d) Hubungan manusia dengan lingkungan,
(e) Keteladanan Rasulullah dan Sahabat,
(f) Baca tulis Al Qur’an,
(g) Pemahaman terhadap Al Qur’an,
(h) Budaya minang,
(i) Etika-estetika, dan
(j) budi pekerti.
Ada tiga komponen utama, sistem pendidikan INS Kayutanam, yaitu tenaga ia bisa bekerja, otak ia bisa berpikir dan jiwa ia bisa merasa. Komponen ini akan membuat alam bergerak dalam sistem yang tetap secara dinamis yang dialektik seimbang, manusia sebagai substansi alam, dengan tenaga pikiran dan perasaannya tidak boleh tidak harus mengikuti sistem alam itu dan keluar dari sistem berarti lepas dari keseimbangan
1. Dasar Pemikiran
a. Indonesia hidup di alam khatulistiwa dengan bumi yang subur, tetapi tidak memiliki etos kerja dan hidup dalam budaya santai.
b. Bangsa yang beragama seharusnya mengakui alam raya sebagai sunatullah yang wajib dipedomani dan dipelajari. Alam memiliki gerak dinamis dan pola dealektis yang harmonis.
c. Sistem dan tujuan pendidikan penjajah membentuk manusia priayi yang elitis, bukan mendidik manusia memiliki etos kerja, aktif dan kreatif serta mandiri yang dibutuhkan bangsa untuk merdeka.
d. Strategi dan sistem yang sesuai adalah penanaman etos kerja melalui pengembangan vital manusia yaitu otak, tangan dan hati (jiwa).
2. Filosofi & Falsafah Pendidikan
a. Belajar dari alam sebagai ciptaan Tuhan yang harus diselidiki dan diperhatikan “Alam takambang jadikan guru”.
b. Falsafah pendidikan “Jangan minta buah mangga kepada pohon rambutan, tapi jadikan setiap pohon buahnya manis (M. Syafe’i)”
c. Jadilah engkau jadi engkau. Sekolah mengasah kecerdasan akal budi murid, bukan membentuk manusia lain.
3. Strategi Pendidikan
Sinergi pendidikan : Otak, Tangan dan Hati
4. 5 Ranah Utama Tujuan INS
a. Kemerdekaan berfikir (inovasi dan kreativitas)
b. Pengembangan ilmu pengetahuan dan bakat sebagai rahmat Tuhan dan potensi diri
c. Kemandirian dan enterpreneurship
d. Etos kerja
e. Akhlak mulia (agama, etika dan etestika)
5. Konsep dan Program
Konsep pendidikan INS membagi program atas empat kelompok yakni Pendidikan Akademik, Keterampilan, Kerohanian dan Kesiswaan. Keempat kelompok program itu sama nilai dan sama pentingnya. Keempatnya merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan dalam pendidikan ketiga komponen utama yang ada dalam diri murid (A.A. Navis, 1996 : 106)
Kurikulum plus pada INS bukan sebagai pelajaran tambahan yang boleh ada dan boleh juga tidak. Posisinya sama dengan Kurikulum Akademik. Materi dan jumlah jamnya lebih banyak. Akan tetapi materi kurikulumnya dapat diganti atau diubah sesuai dengan kondisi sekolah dan linkungan karena fungsinya adalah sebagai ALAT bukan TUJUAN (A.A. Navis, 1996 : 108)
Apabila kondisi alam dan sistem sosial masyarakat tidak mendukung program pendidikan itu, lingkungan itu harus dibuat. Pendidikan di Indonesia sekarang pada umumnya tidak total melainkan sepotong-sepotong, karena mengutamakan pendidikan otak yang bertujuan agar mampu masuk perguruan tinggi. Pendidikan mental, apalagi pendidikan untuk mengubah sikap mental bangsa sangat diabaikan. Kalaupun ada kurikulum Agama dan Pancasila, metodenya sangat verbalistik (A.A. Navis, 1996 : 107)
Kurikulum non akademik sangat penting mempertimbangkan kondisi fisik dan kejenuhannya. Artinya ada bagian kurikulum yang diikutinya secara ringan dengan segala kesenangan hati (A.A. Navis, 1996 : 109)
Pada pendidikan INS, murid telah mulai mengikuti program sejak bangun tidur dipagi hari sampai masuk waktu tidur lagi di malam hari, bahkan pada hari minggu atau hari besarpun mereka tetap dalam suasana belajar untuk mengembangkan pribadinya dan belajar hidup sebagai anggota masyarakat.
Murid belajar pada waktu pagi, sore dan malam hari jika pagi hari murid belajar di ruang kelas, maka di waktu sore mereka belajar di bengkel kerja, seni atau olahraga. Pada malam hari mengikuti pelajaran yang sesuai dengan bakat masing-masing atau kursus intensifikasi di bidang pelajaran akademik. Pada hari tertentu murid belajar di lapangan, bergotong royong membersihkan halaman dan gedung serta peralatan sekolah. Sekali sebulan murid bergotong royong bagi kepentingan lingkungan masyarakat agar mereka tetap merasa sebagai warga masyarakat.
6. Fungsi Kurikulum
Pada pendidikan INS, kurikulum dikelompokkan ke dalam 4 bidang yaitu Akademik, Keterampilan, Kerohanian dan Kesiswaan.
Bidang Akademik
:
Ilmu Eksakta


Ilmu Sosial


Bahasa
Bidang Keterampilan
:
Kerajinan tangan pada bengkel kerja atau lapangan
Bidang kerohanian
:
Pendidikan kesenian, olahraga dan agama
Bidang kesiswaan
:
Pengorganisasian kegiatan kemasyarakatan di dalam dan di luar kampus
Setiap kurikulum di pendidikan umum bukan semata-mata berfungsi untuk menjadi alat untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, melainkan lebih berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan otak murid. Dengan demikian walaupun murid tidak melanjutkan ke Perguruan Tinggi yang jumlahnya sekitar 70% ia sudah memiliki kecerdasan lebih dari orang yang berpendidikan rendah. Oleh karena itu akan sangat keliru kalau kurikulum pada setiap jenjang sekolah disusun bagi kepentingan memasuki perguruan diatasnya. Bahkan sifatnya tidak manusiawi untuk murid yang tidak akan ke perguruan tinggi.
a. Pendidikan Akademik
Ilmu-ilmu yang terdapat pada kurikulum akademik di sekolah umum, sesungguhnya bukan untuk meraup ilmu itu. Terkecuali untuk melanjutkan pendidikan ke suatu jurusan yang lebih tinggi. Hampir setiap materi kurikulum tidak berfungsi di lapangan hidup. Nilai ujian tertinggi tidak memberikan kelebihan apapun, sama harganya dengan nilai ujian yang rendah.
Fungsi kurikulumnya adalah : Mengembangkan kecerdasan otak sehingga mampu berfikir matematis, logis dan sistematis, memiliki nalar dan wawasan yang lebih luas, latihan berkomunikasi dan etika.
Dengan demikian dalam menilai kecerdasan murid tidaklah pada memberi jawaban yang tepat pada soal-soal ujian melainkan apakah murid itu memiliki nalar yang aktif dan kreatif. Sangat berbahaya menentukan murid yang memiliki tinggi pada sistem ujian “Multiple Choise” sebagai anak pintar apabila metode pendidikan di sekolah menggunakan metode verbal dan hafalan (A.A. Navis, 1996 : 119)
b. Pendidikan Keterampilan
Pendidikan keterampilan INS tidak sama tujuan dan fungsinya dengan sekolah kejuruan yang lebih mengutamakan keahlian atau kemahiran mengerjakan materi kurikulum yang dipelajari. Juga tidak sama dengan tujuan pendidikan di sekolah umum yang berfungsi melatih murid agar teliti dan tekun.
Tujuan sistem INS ialah : Mendidik murid agar memiliki ETOS KERJA di suatu sisi atau dalam istilah lain ialah menumbuhkan sikap “TIDAK SENANG DIAM” selalu saja ingin berbuat atau memikirkan sesuatu yang berfaedah, sedangkan di sisi lain menumbuhkan sifat AKTIF dan KREATIF.
Dari (Alwi, 2007) dikatakan tentang pribahasa Engku M. Syafe’I : Saya lihat, saya ingat, saya dengar, saya lupa, saya kerjakan, saya bisa (Aktif kreatif).
Adalah salah sekali apabila guru membiarkan, lebih-lebih mengajarkan agar murid membuat sesuatu yang seragam. Kepada murid-murid harus dikembangkan membuat sesuatu yang berbeda dari teman-temannya dengan sasaran :
1) Menghilangkan sikap mental ikut-ikutan atau ikut arus.
2) Memantapkan pendirian atau sikap mandiri
3) Menumbuhkan semangat kompetitif yang sehat.
c. Pendidikan kerohanian
Pendidikan kesenian untuk menghaluskan perasaan ; Olahraga untuk ketegaran, semangat kompetitif dan sportifitas ; Agama untuk etika dan moral.
Dalam konsep INS, ketiga kurikulum itu selain berfungsi untuk pendidikan mental individual juga berfungsi untuk sikap bermasyarakat , etika, pergaulan, toleransi akan perbedaan kondisi dan pandangan dan memiliki rasa kepedulian sosial. Fungsi lainnya mempererat hubungan dan saling menunjang arau sinkronisasi dengan pendidikan berorganisasi di asrama serta rasa kebersamaan dalam kegiatan usaha pendidikan keterampilan (A.A. Navis, 1996 : 122)
d. Pendidikan Kesiswaan
Fungsi utama dari pendidikan kesiswaan ialah untuk mendidik dan sekaligus melatih murid untuk hidup bermasyarakat baik selaku pribadi maupun fungsional.
Kepemimpinan dalam aktivitas asrama diganti, agar setiap murid diberi kesempatan belajar menjadi pemimpin yang bertanggung jawab dan menjadi anggota yang sadar akan hak dan kewajibannya.
Tujuan lain yang juga sangat penting dalam pendidikan asrama adalah mendidik murid agar mampu mengurus diri sendiri sebagai latihan hidup mandiri, tidak tergantung pada orang lain (A.A. Navis, 1996 : 133)
7. Peran Guru
Yang dimaksud dengan guru ialah semua tenaga yang karena tugasnya akan berhadapan dengan murid termasuk di dalamnya para pembina asrama. Pada masa M. Syafe’I, banyak guru yang datang mengajar sebentar, lalu keluar lagi oleh berbagai alasan. Alasan utama bukan terletak pada mutu ilmu pengetahuan melainkan karena tidak memahami atau menghayati sistem pendidikan INS. Guru yang bertahan lama ialah guru yang memiliki dedikasi dan menghayati tujuan pendidikan INS. Guru yang berwatak seperti priayi atau orang gajian, datang, mengajar, lalu pulang dan selanjutnya tidak hirau dengan murid di sekolah. Lebih-lebih yang berjiwa pedagang atau pencatut, yang menjadikan sekolah sebagai ajang mencari keuntungan pribadi dengan mengeksploitasi program atau murid adalah guru yang tidak cocok mengajar di INS. 



4. Kaitan dengan UU RI No 20 Tahun 2003, Pembukaan UUD Alenia 4 dan UUD Pasal 31 Ayat 1 dan 2
Indonesisch Nederland School (INS) didirikan oleh Mohammad Sjafei (1895-1969) pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayutanam, Sumatera Barat. Pada tahun 1950 kepanjangan INS diubah menjadi Indonesian Nasional School, dan selanjutnya menjadi Institut Nasional Sjafei. Perjuangan INS juga diarahkan demi kemerdekaan melalui pendidikan yang menekankan lulusannya agar dapat berdiri sendiri tidak tergantung pada orang lain atau jabatan yang diberikan oleh kaum penjajah.
Tujuan Pendidikan INS kayu tanam agar peserta didik mampu
1. Menumbuhkembangkan budiperkerti dan akhlak mulia (sesuai dengan ajaran agama, etika dan moral);
2. Menumbuhkembangkan kemerdekaan berpikir (aktif-kreatif);
3. Menumbuhkembangkan pengetahuan, bakat/talenta dan potensi diri sesuai dengan kebutuhan masyarakat;
4. Menumbuhkembangkan etos/unjuk kerja yang tinggi;
5. Menanamkan percaya diri, kreativitas, kemandirian, dan kewirausahaan
Melalui Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Tujuan pendidikan INS ini dapat dilihat pada:
Pasal 1 Ayat 1; Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pasal 1 Ayat 2; Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Pasal 1 Ayat 4; Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Pasal 1 Ayat 7; Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Pasal 12 ayat 1 butir b; Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya
Pasal 3; Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pasal 4 Ayat 4; Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
dan UUD 1945 Pada Pasal 31 Ayat 2 yang berbunyi …”Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasiona, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang”…
Aspek Akhlak Mulia’ yang berisikan ajaran tentang; (a) Hubungan manusia dengan Tuhan, (b) Hubungan manusia dengan manusia, (c) Hubungan manusia dengan dirinya sendiri, (d) Hubungan manusia dengan lingkungan, (e) Keteladanan Rasulullah dan Sahabat, (f) Baca tulis Al Qur’an, (g) Pemahaman terhadap Al Qur’an, (h) Budaya minang, (i) Etika-estetika, dan (j) budi pekerti. dari konsep “Tungku Tigo Sajarangan” yang berkurikulum berbasis talenta dapat dilihat kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 ayat 5 : “Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat”.




KESIMPULAN
Pendidikan pada masa penjajahan kurang dapat dirasakan oleh para penduduk pribumi (bumi petera).
Pendidikan pada masa penjajahan diabaikan demi kepentingan pemerintah (penjajah). Tujuan utama pendidikan pada masa penjajahan Belanda adalah :
  1. Mencetak tenaga kerja murah yang siap mengabdi kepada pemerintah (kepentingan penjajah Belanda),
  2. Untuk tetap mempertahankan kelangsungan penjajah Belanda di Indonesia.
Pada masa penjajahan Jepang tujuan pendidikan yang dilaksanakan adalah:
  1. Untuk mendapat tenaga kerja rendahan (murah) dan
  2. Untuk membentuk tentara yang siap melawan sekutu.
Menyadari keadaan pendidikan pada masa penjajahan yang sangat merendahkan martabat bangsa sendiri, maka muncul tokoh-tokoh masyarakat yang berkeinginan untuk mendirikan lembaga pendidikan formal (sekolah). Tokoh-tokoh antara lain Ki Hajar Dewantara dan Moch. Syafei. Taman siswa dengan pendirinya Ki Hadjar Dewantara mendirikan sekolah sebagai usaha mencapai kemerdekaan bangsa lewat pendidikan. Moh. Syafei di Sumatera Barat mendirikan Perguruan Ruang Pendidik INS Kayutanam, Sekolah INS Kayutanam memakai konsep John Dewey yaitu; "learning by doing". INS Kayutanam mementingkan keterampilan bekerja dari pada keterampilan berfikir murni, tetapi bukan berarti tidak rasional, justru INS mementingkan cara berfikir yang akaliah (rasional). Konsep ini tampak pada tujuan pendidikan yaitu :
1) Mendidik anak untuk berfikir rasional,
2) Mendidik anak bekerja secara teratur dan bersungguh-sungguh,
3) Membentuk anak-anak menjadi manusia yang berwatak dan
4) Menanamkan perasaan persatuan.
Perguruan Taman siswa dan INS Kayu Tanam memiliki kesamaan yaitu, Anti Intelektualisme, artinya siapa pun tidak boleh hanya mengagungkan kecerdasan dengan mengabaikan faktor-faktor lainnya. Tamansiswa mengajarkan azas keseimbangan (balancing), yaitu antara intelektualitas di satu sisi dan personalitas di sisi yang lain. Maksudnya agar setiap anak didik itu berkembang kecerdasan dan kepribadiannya secara seimbang. INS mempunyai usaha untuk menjauhkan intelektualisme dari INS. Sejalan dengan hal di atas, usaha-usaha yang lainnya adalah:
  1. Pendidikan keindahan diperhatikan sungguh-sungguh. Ini terbukti dengan dipentingkannya vak ekspresi; kerap diadakan pertunjukan; bersama-sama murid mengatur gedung dan halamannya, dsb.
  2. Rasa tanggung jawab dikembangkan melalui berbagai keaktifan, agar anak didik berani berdiri sendiri. Penyelenggaraan dan perkembangan INS sendiri memberi.
  3. Perasaan keagamaan diberi kesempatan berkembang luas dan bersih jauh dari kepicikan dan kekolotan.
Kesamaan lainnya adalah pendidikan ini bertujuan untuk membangun anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir batin, luhur akal budinya, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan rohaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya.
Hasil yang telah dicapai dari kedua pendidikan ini adalah Taman siswa telah berhasil menemukakan gagasan tentang pendidikan nasional, lembaga-lembaga pendidikan dari Taman indria sampai Sarjana Wiyata. Taman siswa pun telah melahirkan alumni alumni besar di Indonesia. Ruang Pendidik INS Kayu Tanam berhasil mengupayakan gagasan-gagasan tentang pendidikan nasional (utamanya pendidikan keterampilan/kerajinan), beberapa ruang pendidikan (jenjang persekolahan), dan sejumlah alumni.
DAFTAR BACAAN
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia1945 Amandemen
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

0 komentar on "Hubungan Konsep dan Pelaksanaan Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara dan Moh. Syafei terhadap UU RI No 20 Tahun 2003"

Posting Komentar

 

Kumpulan Makalah RiRi Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Sponsored by Online Business Journal