BAB I
PENDAHULUAN
Suatu masyarakat atau bangsa menjadikan filsafat sebagai suatu pandangan hidup yaitu merupakan asas dan pedoman yang melandasi semua aspek hidup dan kehidupan bangsa tersebut, tanpa terkecuali aspek pendidikan. Filsafat yang dikembangkan harus berdasarkan filsafat yang dianut oleh suatu bangsa, sedangkan pendidikan merupakan suatu cara atau mekanisme dalam menanamkan dan mewariskan nilai-nilai filsafat tersebut
.
Pendidikan sebagai suatu lembaga yang berfungsi menanamkan dan mewariskan sistem norma tingkah laku perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat. Untuk menjamin supaya pendidikan dan prosesnya efektif, maka dibutuhkan landasan-llandasan filosofis dan landasan ilmiah sebagai asas normatif dan pedoman pelaksanaanya.
Filsafat pendidikan nasional Indonesia adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa "Pancasila" yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan negara Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Bagi bangsa Indonesia, Pancasila telah menjadi dasar negara dan pandangan hidup segenap bangsa Indonesia. Nilai yang terkandung dalam Pancasila sepatutnya menjadi acuan dasar dalam kehidupan manusia Indonesia. Dengan demikian, pembangunan pendidikan nasional sebagai usaha sadar dan sistimatis untuk membina manusia Indonesia.
Pendidikan nasional harus mampu membawa segenap bangsa Indonesia untuk menjadi manusia Pancasila seperti telah dirumuskan dalam GBHN (1993) yaitu “Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani, menimbulkan jiwa patriotik dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan, serta berorientasi ke masa depan.
Tap MPR No. II/MPR/1978 memberi petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan kelima sila Pancasila, bagi bidang pendidikan, hal ini sangat penting karena akan terdapat kepastian nilai yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan pendidikan. Petunjuk pengamalan tersebut dapat pula disebut sebagai 36 butir nilai-nilai pancasila sebagai berikut.
1. Ketuhanaan Yang Maha Esa.
a. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
b. Hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan pemeluk-pemeluk kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
c. Saling menghormati kebebesan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan.
d. Tidak memaksakan sesuatu agama dan kepercayaan kepada oranglain.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, persamaan kewajiban antar sesame manusia.
b. Saling mencintai sesame manusia.
c. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
d. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
f. Gemar melakukan kegiatan manusia.
g. Berani membela kebenaran dan keadilan
h. Bngsa Indonesia merasakan dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
3. Persatuan Indonesia
a. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan.
b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara.
c. Cinta tanah air dan bangsa.
d. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.
e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal ika.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
a. Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat.
b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama
d. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
e. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab meneriama dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah
f. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
g. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat, serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia
a. mengembangkan perbutan-perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaandan bergotong royong.
b. Bersikap riil.
c. Menjaga keseimbangan anrtara hak dan kewajiban.
d. Menghormati hak-hak orang lain.
e. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
f. Menjauhi sikap pemerasan kepada orang lain.
g. Tidak bersikap boros.
h. Tidak bergaya hidup mewah.
i. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
j. Suka bekerja keras.
k. Menghargai hasil karya orang lain.
l. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan social.
Pendidikan adalah upaya manusia untuk memanusiakan manusia. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk tuhan yang paling tinggi derajatnya dibanding dengan makhluk lain citaannya di muka bumi ini. Manusia sebagai makhluk sosial terikat oleh suatu sistem sosial dengan segala komponennya seperti pranata sosial, tatanan hidup kemasyarakatan.
Pendidikan adalah suatu proses sosial budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Dengan demikian pendidikan secara nyata merupakan proses sosialisasi antar warga melalui interaksi insani menuju masyarakat yang berbudaya. Nana Sudjana (1989) menyebutkan tiga gejala yang diwujudkan dalam kebudayaan umat manusia yaitu berupa:
1. Ide dan gagasan seperti: konsep, nilai, norma, peraturan sebagi hasil ciptaan dan karya manusia.
2. Kegiatan seperti tindakan yang berpola dari manusia dalam bermasyarakat.
3. Hasil karya cipta manusia
Pendidikan merupakan suatu proses budaya, maka senantiasa dalam upaya membina dan mengembangkan cipta, rasa dan karsa ke dalam tiga wujud di atas.
Wujud pertama, yaitu ide dan gagasan sifatnya cenderung abstrak. Adanya dalam pikiran manusia dan warga masyarakat di tempat kebudayaan itu berada. Gagasan itu menjadi motivasi, pendorong, serta memberi jiwa dan makna bagi kehidupan manusia dalam bermasyarakat sehingga pola pikir tersebut menjadi suatu sistem yang dianut. Wujud yang kedua adalah kegiatan yang berpola dari manusia, yaitu aktivitas manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Dalam sistem sosial, aktivitas manusia cenderung bersifat konkret, bisa dilihat dan bisa di observasi secara langsung. Sedangkan wujud yang ketiga adalah seluruh hasil fisik atau non fisik serta perbuatan atau karya manusia dalam masyarakat. Sudah barang tentu wujud fisik dan non fisik ini hasil dari karya manusia sesuai dengan kebudayaan pertama dan kedua. Artinya, wujud ketiga merupakan hasil buah pikir dan keterampilan manusia sesuai dengan gagasan atau ide dan aktivitas manusia dalam struktur sistem sosialnya
Dengan demikian program pendidikan yang dirancang untuk membina kompetensi peserta didik, tak bisa lepas dari aspek sosial budaya masyarakatnya. Di sini berarti asas sosiologis akan memberikan pijakan yang mendasar untuk memberikan apa yang cocok dipelajari para peserta didik, bagaimana mempelajari bahan tersebut sehingga produktivitas pendidikan (out put) sesuai dengan harapan dan tuntutan kebutuhan masyarakat, baik diamati dan perkembangan sosial budayanya maupun di amati dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan sosial budaya akan memberi warna dan corak kepada perencanaan dan implementasi kurikulum pendidikan. Namun demikian, asas sosiologis tak berarti program pendidikan hanya berorientasi kepada tuntutan kebutuhan dan perkembangan masyarakat tanpa menghiraukan kebutuhan peserta didik sebagai pribadi yang mandiri. Oleh sebab itu, harus dijaga keseimbangan kurikulum (curiculum balance) antara kepentingan peserta didik sebagai individu yang unik dan mandiri dengan kepentingan peserta didik sebagai anggota masyarakat.
Pendidikan yang terlalu memusatkan pada kepentingan masyarakat (sociely centered) akan pincang dan membuahkan beberapa kelemahan. Misalnya, program pendidikan yang dilakukan kurang menghiraukan perkembangan peserta didik sebagai pribadi yang unik dan mandiri. Ini berarti, pendidikan harus menjaga keseimbangan kurikulum dengan menyajikan program antara kepentingan sociely centered dengan program yang mengarah dan memperhatikan kegiatan yang berorientasi pada student centered (memusatkan perhatian pada kepentingan peserta didik sebagai pribadi).
Asas Ilmiah dan Teknologi
Asas lain yang mempengaruhi pendidikan adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam beberapa dasa warsa terakhir ini maju dengan pesat. Sebagai buah dari kegiatan penelitian dalam bidang ilmu murni (pure science) dan ilmu terapan (applied science) yang berkembang pesat. Perkembangan ini jelas memberi pengaruh dan dampak yang sangat kuat pada pendidikan. Sedangkan isi kurikulum itu sendiri merupakan kumpulan pengalaman manusia yang disusun secara sistematis dan sistemik sebagai hasil atau buah karya kebudayaan umat manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai salah satu karakteristik perkembangan sosial budaya, akan memberi corak dan warna bagi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan pendidikan.
Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan hidup sehingga mampu menyiapkan peserta didik untuk dapat hidup wajar sesuai dengan sosial budaya manusia. Dalam konteks inilah, kurikulum sebagai isi program pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan tersebut, bukan hanya dari penyiapan isi programnya saja tetapi juga pendekatan dan strategi pelaksanaannya.
Dalam pemahaman yang hampir sama, Daoed Joesoef dalam Raka Joni (1983: 40) menyebutkan bahwa Sumber ratusan ribu nilai yang ada dalam masyarakat untuk dikembangkan melalu proses pendidikan ada tiga hal yaitu:
1. Pikiran atau logika
2. Perasaan atau estetika
3. Kemauan (etika)
Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah nilai-nilai yang bersumber pada pikiran dan logika. Sedangkan seni bersumber pada perasaan dan estetika. Mengingat pendidikan merupakan proses penyiapan peserta didik dalam menghadapi perubahan zaman yang semakin pesat, termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) maka pengembangan pendidikan harus mengacu kepada asas IPTEKS tersebut.
Pada sisi lain perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung akan menjadi isi / materi pendidikan. Sedangkan secara tidak langsung memberikan tugas pada pendidikan untuk membekali masyarakat dengan kemampuan pemecahan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan seni juga dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai salah satu karakteristik perkembangan sosial budaya masyarakat akan memberi corak dan warna terhadap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan pendidikan. Sebab pada gilirannya pembangunan pendidikan nasional adalah arti lain dari upaya untuk pembangunan sumber daya manusia yang sesuai dengan tuntutan pembangunan nasional.
Dalam UUD 1945 alinea keempat menyebutkan ”.......untuk membentuk satu Pemerintahan segenap Negara Indonesia yang melindung segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial...
Dalam UUD 1945 tersebut menunjukkan bahwa bangsa Indonesia tetap memiliki komitmen kuat untuk melakukan upaya sebagai langkah mencerdaskan kehidupan bangsa dalam rangka mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia internasional. Lebih lanjut acuan penyelenggaraan sistem pendidikan nasional, UUD 1945 Pasal 31 hasil amandemen 2002 yaitu :
1. setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
2. pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.yang diatur dengan undang-undang.
3. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya duapuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Apa yang daiamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 belum dapat dilakukan sepenuhnya dengan konsekuen. Para penyelenggara negara hendaknya harus memperhatikan bahwa prioritas utama dalam pembangunan bangsa adalah pendidikan.hasilnya belum seperti yang diharapkan. Pendidikan telah menjadi watak dan karakter budaya bangsa, namun sejauh ini.
Dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan, dilihat dari aspek kuantitatif secara nasional pemerintah telah mengambil berbagai kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan seperti :
1. Perubahan kurikulum pendidikan nasional.
2. Undang-undang dan peraturan mengenai pendidikan, termasuk undang-undang guru dan dosen dan standarisasi pendidikann dan undang-undang lainnya.
3. Peningkatan angka partisipasi belajar anak usia sekolah pada semua jenjang sekolah.
4. Penambahan anggaran pendidikan oleh daerah, sesuai dengan amanat pembukaan Undang-undang Dasar 1945
5. Konsep manajemen pendidikan berbasis sekolah, standarisasi pendidikan dsb.
Pendidikan adalah sebagai sutu investasi bagi pengembangan sumber daya manusia sebagai individu dan anggota masyarakat. Bangsa Indonesiaa yang terdiri dari berbagai etnis dan budaya yang berbeda merupakan modal atau aset nasional bagi bangsa untuk memajukan bangsa, tetapi jika diabaikan dapat menjadi potensial sebagai sumber disentegrasi. Karena itu sisdiknas harus mampu mengembangkan kearifan untuk belajar hidup bersama dalam perbedaan. Tanpa kearifan yang tulus lembaga pendidikan tidak akan mampu berfungsi sebagai lembaga pemersatu, bahkan bisa melahirkan benih-benih konflik yang sangat berbahaya bagi keutuhan bangsa.
Hafid Abbas (2002) menyebutkan sisdiknas belum dapat berfungsi untuk mempersatukan manusia Indonesia. Agar dapat berfungsi, maka :
1. Pendidikan harus dikelola dengan prinsip keadilan
2. pengelolaan pendidikan harus terbuka dalam rangka mengakomodir partisipasi masyarakat banyak
3. pengelolaan pendidikan harus bersifat inklusif dan hindari jauh-jauh eklusif berlebihan
4. pengelolaan pendidikan di semua tingkatan harus secara profesional
5. pengelolaan pendidikan dengan melibatkan semua stakeholder dalam rangka pengayaan dan demokratisasi pendidikan
6. pendidikan nasional hendaknya benar-benar mendorong tercapainya pemerataan pendidikan
Pendidikan di Indonesia bersifat multi-kulttural. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang berlatar belakang plural harus dapat memahamkan bahwa manusia itu beraneka ragam, hendaknya saling memahami, menghargai, menerima dan kerjasama dengan peraturan yang adil dan proporsional, mengembangkan kerjasama demi kejayaan bangsa. H.A.R.Tilaar (2002:95) mengemukakan bahwa model pendidikan yang populer dewasa ini adalah pendidikan multikultural. Dengan model pendidikan yang saat ini setiap sub-budaya diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk berkembang dan dipelihara. Model multikultural semakin diperkuat dengan adanya otonomi daerah, sehingga masing-masing budaya etnis yang ada di dalam masyarakat dapat berkembang dan dikembangkan dengan seluas-luasnya.
Bila disimak pelaksanaan sistem pendidikan nasional masih belum sesuai dengan batang tubuh UUD 1945. Ujian Nasinal hanya memfokuskan kepada salah satu aspek kecerdasan saja yaitu kecerdasan intelektual, dan kurang memperhatikan kecerdasan emosional dan spritual. Demikian juga biaya pendidikan masih relatif tinggi dan kurang dapat menjangkau setiap warga negara terutama di desa. Pndidikan sebaiknya dikelola dalam satu atap di bawah naungan Sisdiknas oleh departemen pendidikan nasional.
Mastuhu (1999: 94-98) menawarkan gagasan untuk mengantisipasi pendidikan abad 21, yakni
1. pendidikan yang diskriminatif, antara negeri dan swasta.
2. pendidikan dijadikan ” panglima” pembangunan Indonesia
3. dua poin di atas hanya bisa dilaksanakan oleh pemerintahan yang benar-benar demokratis, terbuka, adil, jujur dan memiliki tatanan kehidupan bernegara terletak di tangan rakyat
4. agar pendidikan diatur sepenuhnya dengan kewenangan akademik, bukan kewenangan kekuasaan apalagi sentralistik.
5. pendidikan hendaknya menggunakan pendekatan yang beeragam bukan yang serba diseragamkan.
6. pendidikan hendaknya berorientasi pada siswa bukan pada guru atau materi pelajaran.
7. pendidikan diubah untuk mengarahkan siswa untuk ”menjadi” bukan hanya sekedar memiliki.
8. pendidikan perlu membentuk ”networking” dengan berbagai sumber, mengingat kini muncul fenomena tereduksinya peran sekolah dan guru sebagai sumber pendidikan, dan
9. pendidikan harus mampu mengembangkan budaya akademik, dan jangan terjebak pada budaya politik kekuasaan.
BAB III
KESIMPULAN
Pendidikan nasional adalah suatu sistem yang memuat teori praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat bangsa yang bersangkutan guna diabadikan kepada bangsa itu untuk merealisasikan cita-cita nasionalnya.
Pendidikan nasional Indonesia adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan pratek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh flisafat bangsa Indonesia yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia guna memperlanar mencapai cita-cita nasional Indonesia.
Filsafat pendidikan nasional Indonesia adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa "Pancasila" yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan negara IndSonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Tim pengajar.2010.”Filsafat pendidikan”.Medan:Universitas Negeri Medan
Http://gusfumi.wordpress.com/2010/10/20/pancasila-sebagai-landasan-filosofi-sistem-pendidikan-pendidikan-nasional/
Http://www.geofacts.co.cc/2008/11/landasan-dan-tujuan-pancasila.html
Lampiran
Pertanyaan-pertanyaan dari presentasi kelompok 11
1. Pada halaman 47 terdapat upaya pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan baik dari aspek kuantitatif maupun kualiltatif dengan mengambil kebijakan-kebijakan pendidikan nasional, tetapi mengapa kualitas pendidikan di Indonesia masih saja rendah ?
2. Apakah UN hanya mementingkan kecerdasan intelektual saja ? Mengapa pendidikan berorientasi pada siswa ?
3. Apakah di SBI dilakukan sistem filsafat pendidikan nasional ?
Jawaban
1. Pemerintah telah membuat kebijakan-kebijakan dalam rangka menaikkan mutu pendidikan di Indonesia, hal ini direalisasikan dengan adanya UUD 1945 pasal 31 ayat 3 dimana Negara memproritaskan anggaran pendidikan 20% dari APBN dan APBD, disini pemerintah telah mengupayakan agar meningkatnya kualitas pendidikan di Indonesia. Hanya saja masih terdapatnya oknum-oknum yang kurang sadar diri, seperti banyaknya anak didik yang malas belajar padahal fasilitas pendidikan sudah diberikan dan satu lagi adanya oknum yang menggelapkan dana BOS yang diberikan pada anak kurang mampu agar dapat sekolah hingga 9(sembilan) tahun, banyak anak-anak yang berada dijalanan yang tidak sekolah yang jika ditanyakan alasannya, mereka akan menjawab tidak adanya dana untuk membayar segala biaya sekolah. Hal-hal seperti inilah yang membuat masih rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.
2. Iya, karena UN menuntut kecerdasan anak dengan kurang memperhatikan kecerdasan afektif dan psikomotorik. Hal ini dapat kita lihat melalui waktu pelaksanaan UN selama 3 (tiga) hari yang menjadi penentu hasil belajar siswa selama 3 tahun, hal ini berarti hanya kecerdasan intelektual yang dituntut tanpa memperdulikan kondisi fisik dan kejiwaan siswa-siswa tersebut.
Pendidikan berorientasi pada siswa karena dalam melakukan kegiatan belajar mengajar yang menjadi tujuan pengajaran adalah penguasaan materi oleh siswa, untuk tercapainya tujuan-tujuan tersebut, maka kita harus memperhatikan keadaan siswa, apakah ia siap menerima pelajaran dengan model yang kita buat.
3. Iya, pada pendidikan nonformal pendidikan pancasila tetap dilakukan karena Indonesia adalah Negara yang menganut pancasila dan di Negara kita di setiap sekolah di ajarkan agama yang berlandaskan pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
0 komentar on "Pandangan Filsafat Pendidikan Pancasila Terhadap Sistem Pendidian Nasional"
Posting Komentar